Maafkan Kami Nin
Tentu senang sekali rasanya mempunyai sahabat yang gokil. Selalu bermain bersama, menjaili
satu sama lain, selalu ada ide agar suasana bermain tidak flat, tapi persahabatan akan lebih seru lagi apabila ada
perselisihan dan pertengkaran di dalamnya. Sama halnya dengan model persahabatanku,
mungkin agak sedikit berbeda. Oh iya namaku Sonya sedangkan Nina, dan Roni
adalah sahabatku. Kami selalu berkumpul dan bergurau di rumah pohon yang sudah dibuat
setahun yang lalu. Kami bersekolah di SMA
Negri daerah Bogor. Hanya saja kami berbeda
kelas, aku di kelas X.1 sedangkan Nina dan Roni di kelas X.4 .
"Teetttt...." Lonceng yang menandakan sekolah berakhir sudah
terdengar. Seluruh siswa bersorak riang dan langsung bergegas ke rumahnya
masing-masing. Mungkin hanya aku yang masih diam di bangku. "Ah bete di rumah
mulu mending maen sama Nina dan Roni." Katanya dalam hati. Selangkah lagi
dari pintu aku bertemu Nina. "Ninaaaa!" Teriakku kepadanya. "Ehh
kamu son ada apa? Tanyanya. "Pulang sekolah langsung ke rumah pohon ya
bete nih, please." Rengekku agak
manja berharap permintaanku dikabulkan. "Tapi besok aku ada ulangan
matematika, aku juga belom beres-beres rumah, hm... gimana ya? " Jawabnya
bingung. “Ayolah lu kan udah pintar ga perlu belajar juga pasti nilainya bagus,
bilang aja ke ibu lu ada kerja kelompok. Oke?." Rengekku yang kedua
kalinya. "Uhmmm yaudah deh nanti aku kesana, tapi sebentar aja ya, yaudah
aku mau pulang dulu byee." Katanya sambil melambaikan tangan lalu berlari
meninggalkan aku.
Hari ini matahari siang sangat terik. Berhubung jarak rumahku dan sekolah
cukup jauh, maka kuputuskan untuk
langsung ke rumah pohon. Tempat yang indah dan nyaman yang membuatku betah berlama-lama disana,
itulah hasil dekorasi Nina. Ya dia, orang yang sangat mudah dimanfaatkan dan diperintah.
Menurutku dia adalah anak yang amat polos. Aku bangga punya sahabat seperti dia. Aku
teringat pada saat itu, seragamku masih basah. Lalu aku meminjam seragam Nina
ketika berpapasan dengannya pada saat membeli beberapa makanan ringan. Aku
sempat merengek tanpa henti. Tapi dia rela meminjamkan seragam yang dia pakai, dia rela
bertukar pakaian denganku. Dia memakai baju tidur yang aku kenakan sedangkan
aku memakai seragamnya. Padahal aku saja belum mandi pasti baju tidurku bau,
hihihi. Setelah bertukar pakaian Nina langsung ke rumah pohon agar tidak
ketahuan bolos oleh orangtuanya sedangkan aku berangkat ke sekolah deh.
Astagaa...tak sadar aku tersenyum- senyum tidak jelas di perjalanan mengingat
kejadian itu. Mungkin sudah dari tadi orang–orang memperhatikan keanehanku ini.
Sampai di rumah pohon, ternyata Roni sudah sampai duluan di sana. “Woy
Roni!” Teriakku dari bawah. “Woy
naek buruan lama amat!” Balasnya dengan nada yang lebih keras. “Iya bentar.” Jawabku sambil
menaiki tanggal menyusul Roni. “Kreezz...krezz...” pas sekali memasuki rumah pohon, cacing-cacing di perutku
sudah mendemo meminta jatah makanan.
“Ron gue laper nih, beliin ketoprak dong, nih duitnya.” Pintaku kepada Roni. ”Yee...
kalau gue ga males sih udah gue beli dari tadi kali, gue juga laper tauu !”
Jawabnya dengan ekspresi agak nyolot. “Yaudah deh, suruh Nina aja kalo dia
datang, hahahah.” Kataku. “Parah banget lu, gitu-gitu dia juga sahabat kita
tau.” Balasnya agak sewot. “Yaudah kalo gitu lu mau beli ketopraknya? engga
kan? Yaudah gausah protes.” Balasku lebih sewot lagi. “Iya juga sih, hehehe
yaudah nih duitnya.” Jawabnya sambil tersenyum-senyum kecil menyodorkan uang kepadaku.
“Ninaaaaaa!!!!”
Teriakku kepada Nina yang tiba-tiba sudah muncul mendekati rumah pohon. “Iya ada
apa Son?” Jawabnya lembut.
“Nin gue
laper nih, tolong beliin ketoprak Bu Sum, yang di seberang jalan itu ya, please.” Mohonku.
“Aduh maaf Son, aku capek banget. Aku lagi pengen
istirahat berlama-lama di rumah pohon kita.” Jawabnya dengan nada rendah.
“Ya ampun Nin lebay banget sih lo, gue aja
belom pulang sama sekali, belom sempet istirahat, kasihanin gue lah laper
banget, nanti abis beli ketoprak lu boleh tidur lama-lama di rumah pohon kita, okeh?” Kataku.
“Hmm...
yaudah deh mana uangnya?” Tanyanya.
“Nih
tangkep ya.” Teriakku sambil melemparkan uang dari atas.
“Yang cepet ya Nin.” Pintaku.
“Iyaa.”
Jawabnya singkat.
Ninapun
pergi membeli ketoprak. Tiba – tiba dipikiranku, ada rencana untuk menjahili
Nina. “Eh Ron Ron, Beli garem sama cuka yuk.” Kataku. “Buat apa Son?” Tanyanya
penasaran. “Gue punya rencana, tadikan kata Nina dia kecapean pengen istirahat
yang lama di rumah pohon ini, berarti jelas dong kalo dia emang cape banget?
Gimana kalo kita beli air terus di campurin garem dan cuka yang banyak, jadi
deh tuh minuman rasa leci alias larutan air garem, cuka ala
kita hahaha.” Ceritaku sambil tertawa jahat bak seorang penjahat. “Yaampun Son, jahat banget sih lu, tapi boleh juga di
lakuin, hahaha.” Katanya. Kami pun tertawa riang karena sudah memikirkan
bagaimana ekspresi Nina pada saat meminum air garam itu. “Yaudah beli garem,
cuka sama air minum yuk.” Ajak Roni kepadaku. “yuk.” Jawabku singkat.
Kami pun membeli garam, cuka, dan air minum di seberang jalan. "Jauh
banget sih warungnya, kasihan
Nina pasti dia kecapean, terus nyampe rumah pohon dikasih air garem dan cuka."
Ucapku. "Kan lo sendiri, yang ngerencanain ini semua gimana sih, huuuuu
" Ledek Roni kepadaku. "Hehehe iya juga sih." Kataku sambil
tersenyum kecil. Sekitar lima menit kami sudah sampai di seberang jalan
tepatnya di warung Pak Tomi. "Pak, beli satu botol air minum, cuka, sama
satu bungkus garem ada ga?" Tanyaku kepada Pak Tomi." Ada neng, botol
air minumnya 3.000, cukanya 2.500 garemnya 2.000." Ujar Pak Tomi. " Yaudah
saya beli ya, pak." Kataku sambil menyodorkan uang sebesar Rp.7.500.
"Iya makasih neng." Kata Pak Tomi. "Sama-sama pak."
Jawabku.
Saat di perjalanan kami melihat sekerumunan orang di jalan raya. "eh
ada apaan tuh?" Tanya Roni. "Gatau deh, samperin aja yuk."
Ajakku. Kami pun ikut ke kerumunan orang dan ternyata, "Ninaaaaaaaa!"
Teriakku dan Roni hampir berbarengan. Tak tanggung-tanggung Aku dan Roni
langsung bergelinang air mata. Ternyata di balik kerumunan orang-orang itu ada
Nina yang terkulai lemah bercucuran darah. "Mbak, temen saya kenapa?
"Tanyaku Dengan nada bergetaran kepada seorang wanita di sebelahku.
"Oh ini teman kamu, dia ditabrak oleh pengendara mobil pada saat
menyebrang. Sebentar lagi pengendara
mobil itu akan datang menjemput teman kamu dan membawanya ke Rumah Sakit yang
dekat dari sini, dia sedang berbalik arah menuju kesini, nah itu mobilnya sudah
datang." Jelas seorang perempuan itu. "oh apa aku boleh ikut
mengantarkannya ke rumah sakit?"Tanyaku sambil menahan air mata.
"Maaf dek, kami saja yang membawanya, mobil itu tidak cukup penumpang
lagi, lagi pula kamu masih kecil dan sangat berbahaya menangani persoalan
seperti ini, luka teman kamu sangat parah." Jelas wanita itu. "Tapiiii..." "Sudah dek, percayalah pada kami, tugas kamu sekarang berdoa kepada tuhan
agar diberi kesembuhan pada teman kamu." Katanya sambil tersenyum lalu
memasuki mobil. Mereka pun pergi dengan mobil yang melaju kencang.
Suasana ramai berubah menjadi sepi. Air minum,cuka, dan garam itu tumpah
bercampur aduk dengan darah Nina, aku teringat dengan perbuatanku kepada Nina
seakan-akan akulah pemicu kecelakaan
ini. "Ninaaaaaaaa! " Teriakku sambil berlari ke rumah pohon dengan cepat.
Roni menyusul di belakang. Dia tidak bisa berbicara satu kata pun dari tadi.
Sampai di rumah pohon, hal yang pertama kulihat adalah foto kami bertiga.
Aku segera mengambil dan memeluknya. Ternyata di balik foto itu ada sepucuk
kertas. Roni lalu mengambilnya. "Aku
baca ya, aku senang bisa dekat dengan kalian, walau hampir setiap hari hatiku
terluka dengan candaan yang kalian lontarkan, walau badan ini pegal karena
terus diperintah. Tapi tak mengapa asal kalian bahagia. Inilah janjiku dari
dulu pada diri sendiri semenjak persahabatan kita dibentuk. Bahkan aku berani
mengatakan bahwa apapun tantangannya akan aku lakukan walau nyawa taruhannya
asal kalian bahagia. Mungkin kata-kataku terkesan lebay tapi begitulah
kenyataannya dan mungkin kalian sadar akan sepucuk surat ini apabila aku sudah
tiada. Doakan aku agar kelak mendapat sahabat seperti kalian di alam sana. Aku
sayang sayang kalian. Minggu, 1 April 2009 yang bertanda tangan Nina Safitri."
Ucapnya sambil terisak. “Tunggu tadi lo bilang tanggal 1 april 2009? Tanggal dimana persahabatan kita dibentuk, apa
maksudnya?" Nina semakin heran. "Gue salut sama sikap Nina ke kita.
Mungkin inilah yang dimaksud dari surat itu, Nina rela nyawanya diambil demi
kita agar tidak kelaparan." Ujarnya. "Tunggu, apa maksud lo nyawanya
diambil? Nina belom mati, Nina kuat, Nina sayang sama kita. " Kataku
sambil berlari. Kemudian aku sadar sepertinya aku harus ke rumah sakit itu
sekarang, untuk mengecek keadaan Nina, sedangkan Roni menyusulku dari belakang.
"Sonya tungguuuu!" Teriak Roni dari kejauhan. Aku tidak memperdulikan
Roni. Yang aku pikirkan hanyalah keselamatan Nina. Aku memberhentikan taksi
yang melaju dengan cepat dan menunggu kedatangan Roni. Dengan cepat Aku meminta supir taksi itu segera ke Rumah Sakit terdekat
dan satu-satunya adalah Rumah Sakit Pesona Pelita.
Di perjalanan, aku dan Roni sangat gelisah, tidak sabar ingin melihat
keadaan Nina. Semoga saja tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada
Nina. Perjalanan ini menghabiskan waktu sekitar 20 menit. Setelah membayar taksi,
aku dan Roni langsung berlari ke dalam rumah sakit tanpa tau harus kemana.
Kebetulan aku bertemu dengan wanita yang ada di tempat kejadian tadi dan
memberitahuku bahwa Nina ada di kamar 104. Aku rasa ini tanggal persahabatan kita
dibentuk, apa ini cuma kebetulan atau ada pertanda lainnya? Aku terus
berkomat-kamit dalam hati. Aku masih tak menyangka dengan semua peristiwa hari
ini. Sampai di depan ruang 104 kami bertemu dengan ayah dan ibu Nina. Mukanya
lesu, lemas, semuanya terlihat tampak pada ekspresi mereka. "Tante
bagaimana keadaan Nina? " Tanyaku kepada ibu Nina dengan nada agak rendah.
"Nina..Ninaa udah ninggalin kita semua, dia udah tenang di pangkuan
Allah." Ujarnya sambil menangis. “Ngga tan, engga, Nina kuat, Nina bukan
orang yang lemah, sekarang Nina ada dimana?" tanyaku dengan tangisan yang
semakin menjadi-jadi. "Nina ada di dalam, tante masih ga sanggup liat
keadaan Nina." Kata Ibu Nina sambil menunjuk ke ruangan 104. "Boleh
aku dan Roni masuk?" Tanyaku. "Boleh." Ucap ayah Nina. Tanpa
berfikir panjang aku dan Roni langsung menemui Nina. "Ninaaaaaa!" Teriakku
dan Roni bersamaan. "Nina maafkan aku gara-gara menyuruh mu beli ketoprak
akhirnya kamu kecelakaan, aku ga bermaksud Nin, aku minta maaf, Ninaaaa! "
Teriakku sambil menggoyang-goyangkan
badan Nina. "Engga Son, kamu ga salah ini sudah menjadi takdir tuhan mau
dicegah seperti apapun, Memang ini sudah ajalnya " Ucap Ayah Nina dari belakang. Akupun terdiam. Memang inilah takdir
tuhan, sehebat apapun orang itu, kalo sudah takdir tidak bisa ditunda-tunda
lagi. Aku pun sadar bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan orang yang ada di sekitar kita. Aku pun
mendekati telinga Nina seraya membisikinya "Terima kasih sobat, sesuai dengan
yang kamu katakan, semoga mendapat sahabat seperti kami di sana bahkan yang
jauh lebih baik lagi dibanding Aku dan Roni, sekarang aku sadar tindakanku itu
berlebihan sudah terlalu banyak menyakitimu. Sampai kapan pun kita akan selalu
bersahabatkan? maafin aku ya. Jangan lupa sering-sering main ke rumah pohon
kita ya. Aku merindukanmu.”
Keesokannya aku dan Roni ikut mengatarkan jenazah Nina. Walaupun masih
sedih, setidaknya aku tidak sesedih kemarin. Karena
aku yakin Nina pasti sudah di samping tuhan, karena kebaikannya, sampai-sampai tuhan pun
mengingikannya kembali. Setelah jasadnya dikubur kami mendoakan Nina semoga
tenang di alam sana. Setelah orang-orang pulang, aku masih diam di makam Nina
dan kali ini Roni yang berbicara. "Haii Nin...semoga kamu senang ya berada di dekapan tuhan,
semoga juga kamu mendapat sahabat baru yang pasti lebih baik dari kita, semoga sahabat
barumu bisa melindungimu, tidak melukai perasaanmu, sering-seringlah
mengunjungi kami di rumah pohon, kamukan sempat bilang ingin istirahat yang
lama disana, dan sebelum kamu kecelakaan kamu belum sempat beristirahat. Ayo main ke rumah pohon kita, pintu
selalu terbuka untukmu, kami janji akan menjamumu dengan baik." Ujar Roni
sambil meneteskan air mata. "Ayo Ron kita pulang, biarkan Nina beristirahat, dia pasti
lelah, dia sempat bilang kalo dia sangat cape dan butuh istirahat yang lama, mungkin ini yang dia
maksud." Kataku. "Yasudah ayo pulang." Ajak Roni kepadaku.
Kami pun memutuskan untuk pulang dan berjanji setiap pulang sekolah akan
mampir ke sini, setidaknya untuk bercakap-cakap dan bermain dengannya. Walau
sudah berbeda alam, tapi itu bukan jadi masalah dalam sebuah persahabatan.
Annisa
Batara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar