Sabtu, 30 Januari 2016

Cerpen Terbaik di tahun 2016

Maafkan Kami Nin

Tentu senang sekali rasanya mempunyai sahabat  yang gokil. Selalu bermain bersama, menjaili satu sama lain, selalu ada ide agar suasana bermain tidak flat, tapi persahabatan akan lebih seru lagi apabila ada perselisihan dan pertengkaran di dalamnya. Sama halnya dengan model persahabatanku, mungkin agak sedikit berbeda. Oh iya namaku Sonya sedangkan Nina, dan Roni adalah sahabatku. Kami selalu berkumpul dan bergurau di rumah pohon yang sudah dibuat setahun yang lalu. Kami bersekolah di  SMA Negri daerah Bogor. Hanya saja  kami berbeda kelas, aku di kelas X.1 sedangkan Nina dan Roni di kelas X.4 .
"Teetttt...." Lonceng yang menandakan sekolah berakhir sudah terdengar. Seluruh siswa bersorak riang dan langsung bergegas ke rumahnya masing-masing. Mungkin hanya aku yang masih diam di bangku. "Ah bete di rumah mulu mending maen sama Nina dan Roni." Katanya dalam hati. Selangkah lagi dari pintu aku bertemu Nina. "Ninaaaa!" Teriakku kepadanya. "Ehh kamu son ada apa? Tanyanya. "Pulang sekolah langsung ke rumah pohon ya bete nih, please." Rengekku agak manja berharap permintaanku dikabulkan. "Tapi besok aku ada ulangan matematika, aku juga belom beres-beres rumah, hm... gimana ya? " Jawabnya bingung. “Ayolah lu kan udah pintar ga perlu belajar juga pasti nilainya bagus, bilang aja ke ibu lu ada kerja kelompok. Oke?." Rengekku yang kedua kalinya. "Uhmmm yaudah deh nanti aku kesana, tapi sebentar aja ya, yaudah aku mau pulang dulu byee." Katanya sambil melambaikan tangan lalu berlari meninggalkan aku.
Hari ini matahari siang sangat terik. Berhubung jarak rumahku dan sekolah cukup jauh, maka kuputuskan untuk langsung ke rumah pohon. Tempat yang indah dan nyaman  yang membuatku betah berlama-lama disana, itulah hasil dekorasi Nina. Ya dia, orang yang sangat mudah dimanfaatkan dan diperintah. Menurutku dia adalah anak yang amat polos. Aku bangga punya sahabat seperti dia. Aku teringat pada saat itu, seragamku masih basah. Lalu aku meminjam seragam Nina ketika berpapasan dengannya pada saat membeli beberapa makanan ringan. Aku sempat merengek tanpa henti. Tapi dia rela meminjamkan seragam yang dia pakai, dia rela bertukar pakaian denganku. Dia memakai baju tidur yang aku kenakan sedangkan aku memakai seragamnya. Padahal aku saja belum mandi pasti baju tidurku bau, hihihi. Setelah bertukar pakaian Nina langsung ke rumah pohon agar tidak ketahuan bolos oleh orangtuanya sedangkan aku berangkat ke sekolah deh.
Astagaa...tak sadar aku tersenyum- senyum tidak jelas di perjalanan mengingat kejadian itu. Mungkin sudah dari tadi orang–orang memperhatikan  keanehanku ini.
Sampai di rumah pohon, ternyata Roni sudah sampai duluan di sana. “Woy Roni!”      Teriakku dari bawah. “Woy naek buruan lama amat!” Balasnya dengan nada yang lebih        keras. “Iya bentar.” Jawabku sambil menaiki tanggal menyusul Roni. “Kreezz...krezz...” pas  sekali memasuki rumah pohon, cacing-cacing di perutku sudah mendemo meminta jatah makanan. “Ron gue laper nih, beliin ketoprak dong, nih duitnya.” Pintaku kepada Roni. ”Yee... kalau gue ga males sih udah gue beli dari tadi kali, gue juga laper tauu !” Jawabnya dengan ekspresi agak nyolot. “Yaudah deh, suruh Nina aja kalo dia datang, hahahah.” Kataku. “Parah banget lu, gitu-gitu dia juga sahabat kita tau.” Balasnya agak sewot. “Yaudah kalo gitu lu mau beli ketopraknya? engga kan? Yaudah gausah protes.” Balasku lebih sewot lagi. “Iya juga sih, hehehe yaudah nih duitnya.” Jawabnya sambil tersenyum-senyum kecil menyodorkan uang kepadaku.
“Ninaaaaaa!!!!” Teriakku kepada Nina yang tiba-tiba sudah muncul mendekati rumah pohon. “Iya ada apa Son?” Jawabnya lembut.
“Nin gue laper nih, tolong beliin ketoprak Bu Sum, yang di seberang jalan itu ya, please.” Mohonku.
 “Aduh maaf Son, aku capek banget. Aku lagi pengen istirahat berlama-lama di rumah pohon kita.” Jawabnya dengan  nada rendah.
 “Ya ampun Nin lebay banget sih lo, gue aja belom pulang sama sekali, belom sempet istirahat, kasihanin gue lah laper banget, nanti abis beli ketoprak lu boleh tidur lama-lama di  rumah pohon kita, okeh?” Kataku.    
“Hmm... yaudah deh mana uangnya?” Tanyanya.  
“Nih tangkep ya.” Teriakku sambil melemparkan uang dari atas.
 “Yang cepet ya Nin.” Pintaku. 
“Iyaa.” Jawabnya singkat.
Ninapun pergi membeli ketoprak. Tiba – tiba dipikiranku, ada rencana untuk menjahili Nina. “Eh Ron Ron, Beli garem sama cuka yuk.” Kataku. “Buat apa Son?” Tanyanya penasaran. “Gue punya rencana, tadikan kata Nina dia kecapean pengen istirahat yang lama di rumah pohon ini, berarti jelas dong kalo dia emang cape banget? Gimana kalo kita beli air terus di campurin garem dan cuka yang banyak, jadi deh tuh minuman rasa leci alias larutan air garem, cuka ala kita hahaha.” Ceritaku sambil tertawa jahat bak seorang penjahat. “Yaampun  Son, jahat banget sih lu, tapi boleh juga di lakuin, hahaha.” Katanya. Kami pun tertawa riang karena sudah memikirkan bagaimana ekspresi Nina pada saat meminum air garam itu. “Yaudah beli garem, cuka sama air minum yuk.” Ajak Roni kepadaku. “yuk.” Jawabku singkat.
Kami pun membeli garam, cuka, dan air minum di seberang jalan. "Jauh banget sih            warungnya, kasihan Nina pasti dia kecapean, terus nyampe rumah pohon dikasih air garem dan cuka." Ucapku. "Kan lo sendiri, yang ngerencanain ini semua gimana sih, huuuuu " Ledek Roni kepadaku. "Hehehe iya juga sih." Kataku sambil tersenyum kecil. Sekitar lima menit kami sudah sampai di seberang jalan tepatnya di warung Pak Tomi. "Pak, beli satu botol air minum, cuka, sama satu bungkus garem ada ga?" Tanyaku kepada Pak Tomi." Ada neng, botol air minumnya 3.000, cukanya 2.500 garemnya 2.000." Ujar Pak Tomi. " Yaudah saya beli ya, pak." Kataku sambil menyodorkan uang sebesar Rp.7.500. "Iya makasih neng." Kata Pak Tomi. "Sama-sama pak." Jawabku.
Saat di perjalanan kami melihat sekerumunan orang di jalan raya. "eh ada apaan tuh?" Tanya Roni. "Gatau deh, samperin aja yuk." Ajakku. Kami pun ikut ke kerumunan orang dan ternyata, "Ninaaaaaaaa!" Teriakku dan Roni hampir berbarengan. Tak tanggung-tanggung Aku dan Roni langsung bergelinang air mata. Ternyata di balik kerumunan orang-orang itu ada Nina yang terkulai lemah bercucuran darah. "Mbak, temen saya kenapa? "Tanyaku Dengan nada bergetaran kepada seorang wanita di sebelahku. "Oh ini teman kamu, dia ditabrak oleh pengendara mobil pada saat menyebrang. Sebentar lagi pengendara mobil itu akan datang menjemput teman kamu dan membawanya ke Rumah Sakit yang dekat dari sini, dia sedang berbalik arah menuju kesini, nah itu mobilnya sudah datang." Jelas seorang perempuan itu. "oh apa aku boleh ikut mengantarkannya ke rumah sakit?"Tanyaku sambil menahan air mata. "Maaf dek, kami saja yang membawanya, mobil itu tidak cukup penumpang lagi, lagi pula kamu masih kecil dan sangat berbahaya menangani persoalan seperti ini, luka teman kamu sangat parah." Jelas wanita itu. "Tapiiii..." "Sudah dek, percayalah pada kami, tugas kamu sekarang berdoa kepada tuhan agar diberi kesembuhan pada teman kamu." Katanya sambil tersenyum lalu memasuki mobil. Mereka pun pergi dengan mobil yang melaju kencang.
Suasana ramai berubah menjadi sepi. Air minum,cuka, dan garam itu tumpah bercampur aduk dengan darah Nina, aku teringat dengan perbuatanku kepada Nina seakan-akan akulah  pemicu kecelakaan ini. "Ninaaaaaaaa! " Teriakku sambil berlari ke rumah pohon dengan cepat. Roni menyusul di belakang. Dia tidak bisa berbicara satu kata pun dari tadi.
Sampai di rumah pohon, hal yang pertama kulihat adalah foto kami bertiga. Aku segera mengambil dan memeluknya. Ternyata di balik foto itu ada sepucuk kertas. Roni lalu  mengambilnya. "Aku baca ya, aku senang bisa dekat dengan kalian, walau hampir setiap hari hatiku terluka dengan candaan yang kalian lontarkan, walau badan ini pegal karena terus diperintah. Tapi tak mengapa asal kalian bahagia. Inilah janjiku dari dulu pada diri sendiri semenjak persahabatan kita dibentuk. Bahkan aku berani mengatakan bahwa apapun tantangannya akan aku lakukan walau nyawa taruhannya asal kalian bahagia. Mungkin kata-kataku terkesan lebay tapi begitulah kenyataannya dan mungkin kalian sadar akan sepucuk surat ini apabila aku sudah tiada. Doakan aku agar kelak mendapat sahabat seperti kalian di alam sana. Aku sayang sayang kalian. Minggu, 1 April 2009 yang bertanda tangan Nina Safitri." Ucapnya sambil terisak. “Tunggu tadi lo bilang tanggal 1 april 2009?  Tanggal dimana persahabatan kita dibentuk, apa maksudnya?" Nina semakin heran. "Gue salut sama sikap Nina ke kita. Mungkin inilah yang dimaksud dari surat itu, Nina rela nyawanya diambil demi kita agar tidak kelaparan." Ujarnya. "Tunggu, apa maksud lo nyawanya diambil? Nina belom mati, Nina kuat, Nina sayang sama kita. " Kataku sambil berlari. Kemudian aku sadar sepertinya aku harus ke rumah sakit itu sekarang, untuk mengecek keadaan Nina, sedangkan Roni menyusulku dari belakang. "Sonya tungguuuu!" Teriak Roni dari kejauhan. Aku tidak memperdulikan Roni. Yang aku pikirkan hanyalah keselamatan Nina. Aku memberhentikan taksi yang melaju dengan cepat dan menunggu kedatangan Roni. Dengan cepat Aku  meminta supir taksi itu segera ke Rumah Sakit terdekat dan satu-satunya adalah Rumah Sakit Pesona Pelita.
Di perjalanan, aku dan Roni sangat gelisah, tidak sabar ingin melihat keadaan Nina. Semoga saja tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada Nina. Perjalanan ini menghabiskan waktu sekitar 20 menit. Setelah membayar taksi, aku dan Roni langsung berlari ke dalam rumah sakit tanpa tau harus kemana. Kebetulan aku bertemu dengan wanita yang ada di tempat kejadian tadi dan memberitahuku bahwa Nina ada di kamar 104. Aku rasa ini tanggal persahabatan kita dibentuk, apa ini cuma kebetulan atau ada pertanda lainnya? Aku terus berkomat-kamit dalam hati. Aku masih tak menyangka dengan semua peristiwa hari ini. Sampai di depan ruang 104 kami bertemu dengan ayah dan ibu Nina. Mukanya lesu, lemas, semuanya terlihat tampak pada ekspresi mereka. "Tante bagaimana keadaan Nina? " Tanyaku kepada ibu Nina dengan nada agak rendah. "Nina..Ninaa udah ninggalin kita semua, dia udah tenang di pangkuan Allah." Ujarnya sambil menangis. “Ngga tan, engga, Nina kuat, Nina bukan orang yang lemah, sekarang Nina ada dimana?" tanyaku dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi. "Nina ada di dalam, tante masih ga sanggup liat keadaan Nina." Kata Ibu Nina sambil menunjuk ke ruangan 104. "Boleh aku dan Roni masuk?" Tanyaku. "Boleh." Ucap ayah Nina. Tanpa berfikir panjang aku dan Roni langsung menemui Nina. "Ninaaaaaa!" Teriakku dan Roni bersamaan. "Nina maafkan aku gara-gara menyuruh mu beli ketoprak akhirnya kamu kecelakaan, aku ga bermaksud Nin, aku minta maaf, Ninaaaa! " Teriakku sambil menggoyang-goyangkan badan Nina. "Engga Son, kamu ga salah ini sudah menjadi takdir tuhan mau dicegah seperti apapun, Memang ini sudah ajalnya " Ucap Ayah Nina dari  belakang. Akupun terdiam. Memang inilah takdir tuhan, sehebat apapun orang itu, kalo sudah takdir tidak bisa ditunda-tunda lagi. Aku pun sadar bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan   orang yang ada di sekitar kita. Aku pun mendekati telinga Nina seraya membisikinya "Terima kasih sobat, sesuai dengan yang kamu katakan, semoga mendapat sahabat seperti kami di sana bahkan yang jauh lebih baik lagi dibanding Aku dan Roni, sekarang aku sadar tindakanku itu berlebihan sudah terlalu banyak menyakitimu. Sampai kapan pun kita akan selalu bersahabatkan? maafin aku ya. Jangan lupa sering-sering main ke rumah pohon kita ya. Aku merindukanmu.”
Keesokannya aku dan Roni ikut mengatarkan jenazah Nina. Walaupun masih sedih,    setidaknya aku tidak sesedih kemarin. Karena aku yakin Nina pasti sudah di samping tuhan,  karena kebaikannya, sampai-sampai tuhan pun mengingikannya kembali. Setelah jasadnya dikubur kami mendoakan Nina semoga tenang di alam sana. Setelah orang-orang pulang, aku masih diam di makam Nina dan kali ini Roni yang berbicara. "Haii Nin...semoga kamu  senang ya berada di dekapan tuhan, semoga juga kamu mendapat sahabat baru yang pasti lebih baik dari kita, semoga sahabat barumu  bisa melindungimu, tidak melukai  perasaanmu, sering-seringlah mengunjungi kami di rumah pohon, kamukan sempat bilang ingin istirahat yang lama disana, dan sebelum kamu kecelakaan kamu belum sempat beristirahat. Ayo main ke rumah pohon kita, pintu selalu terbuka untukmu, kami janji akan menjamumu dengan baik." Ujar Roni sambil meneteskan air mata. "Ayo Ron kita pulang,  biarkan Nina beristirahat, dia pasti lelah, dia sempat bilang kalo dia sangat cape dan butuh istirahat yang lama, mungkin ini yang dia maksud." Kataku. "Yasudah ayo pulang." Ajak Roni kepadaku.
Kami pun memutuskan untuk pulang dan berjanji setiap pulang sekolah akan mampir ke sini, setidaknya untuk bercakap-cakap dan bermain dengannya. Walau sudah berbeda alam, tapi itu bukan jadi masalah dalam sebuah persahabatan.




Annisa Batara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar